Berbagi, Memahami dan Bersinergi…

AIPKI percaya, kolaborasi sejati lahir dari saling memahami dan berbagi sesuai peran. Bukan tentang siapa yang dominan, tapi tentang bagaimana kita bersinergi untuk negeri — demi generasi penerus kedokteran Indonesia.

Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
Kementerian Kesehatan
kebijakan pendidikan kedokteran
Konsil Kesehatan Indonesia
sinergi
Penulis

Humas AIPKI

Diterbitkan

18 September 2025

Prinsip yang dipegang AIPKI adalah berbagi sesuai tupoksi, saling memahami posisi dan bersinergi untuk negeri tanpa harus ada merasa mendominasi, selain berbasis tupoksi. Semata demi masa depan generasi penerus bidang kedokteran yang akan menjadi generasi pengganti untuk meneruskan bakti kepada negeri.

Pada hari Senin 15 September 2025, Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) telah memenuhi undangan dari Kolegium Kesehatan Indonesia untuk berpartisipasi pada Lokakarya Kolegium Kesehatan Indonesia dan AIPKI.

Dalam kesempatan tersebut, AIPKI memaparkan tentang “Program Studi dalam Dinamika Regulasi Pendidikan Tinggi dan Kesehatan”. Semangat paparan adalah mendudukkan dan mengupayakan sinkronisasi regulasi antara UU Pendidikan Tinggi 12/2012 dan UU Kesehatan 17/2023. Kedua UU masih berlaku saat ini. Maka perlu usaha sinkronisasi agar tercapai harapan baik untuk kepentingan bersama.

Paparan AIPKI menjelaskan kondisi kerjasama antara Prodi dan Kolegium pada masa sebelum dan setelah terbitnya UU Kesehatan 17/2023 dan PP 28/2024.

Setelah sejak era 1950 an FK di Indonesia mulai berkembang, AIPKI didirikan oleh 17 FK pada 29 Maret 2001. Semangatnya untuk menjaga standar dan mutu secara nasional.

Sesuai pasal UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) nomor 20/2003, maka pendidikan profesi dokter dan dokter spesialis masuk ranah pendidikan tinggi. Hal tersebut ditegaskan lebih khusus pada UU Pendidikan Tinggi (UU Dikti) nomor 12/2012.

Pada pasal 17, 24 dan 25 dapat disimpulkan bahwa penyelenggara pendidikan profesi dan spesialis bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan, Kementerian Lain (khususnya Kementerian Kesehatan), Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dan/atau Organisasi Profesi (OP) yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi.

Penjelasan pasal 17 menyebutkan bahwa lingkup kerjasama tersebut antara lain mencakup : penetapan standar kompetensi, penetapan kualifikasi lulusan, penyusunan kurikulum, penggunaan sumber belajar dan uji kompetensi.

Di sisi lain, UU Praktek Kedokteran (UU PK) nomor 20/2004 dan UU Pendidikan Dokter (UU Dikdok) nomor 20/2013 lebih khusus menjelaskan tentang pendidikan kedokteran dan kerjasama tersebut.

Sebelum terbitnya UU Kesehatan nomor 17/2023, Ketua Program Studi (KPS) sebagai penyelenggara pendidikan (dalam ranah UU Sisdiknas, UU Dikti dan UU Dikdok) bergabung secara ex-officio dalam Kolegium yang dibentuk oleh OP (sesuai amanah UU PK).

Dengan melebur tersebut, maka tugas-tugas terkait kerjasama antara Prodi dengan OP berjalan seolah menyatu. Bahkan dalam kaitan dengan Kemenkes pun, banyak terwakili atau tersalurkan melalui peleburan tersebut. Sementara terkait dengan Kementerian Dikti, tetap berjalan di jalur Perguruan Tinggi. Begitu juga dengan para pihak lainnya. Hal demikian berlangsung sampai kemudian terbit UU Kesehatan nomor 17/2023.

Setelah terbitnya UU Kesehatan nomor 17/2023, terjadi perubahan posisi dan kompisisi Kolegium, dari Kolegium OP menjadi Kolegium Kesehatan. Juga dicabutnya UU PK dan UU Dikdok. Sedangkan UU Sisdiknas dan UU Dikti masih tetap berlaku.

Kolegium Kesehatan tidak lagi dibentuk oleh OP. Secara formal, Kolegium Kesehatan juga tidak lagi menghimpun Para KPS, walau secara informal dan personal, sebagian KPS bergabung. Kondisi ini membuat samar peran Prodi dalam kerjasama penyelenggaraan Prodi Profesi dan Spesialis Kedokteran.

Beberapa kali muncul berita terkait hubungan antara Prodi dengan Kolegium Kesehatan. Utamanya terkait Uji Kompetesi, yang beberapa kali muncul di media. Sebenarnya tentu itu hanya sebagian saja dari beberapa hambatan yang muncul dengan perubahan setelah terbitnya UU Kesehatan 17/2023 dan PP 28/2024 ini. Maka memang sebaiknya, ada langkah mencari jalan tengah untuk mengurai hambatan tersebut.

Di sisi lain, UU Dikti dan turunannya, mengamanahkan pembentukan Asosiasi Prodi Sejenis. Selama ini, pembentukan tersebut belum terlaksana. Salah satunya karena pada prakteknya, ada peleburan antara KPS dengan Kolegium OP sehingga tugas kerjasama telah berjalan walau Asosiasi Prodi belum resmi terbentuk.

Untuk itu, AIPKI menyusun konsep kerjasama dengan simpul pada Asosiasi Prodi Sejenis dalam wadah AIPKI. Melalui Asosiasi tersebut, dapat menjembatani alur kerjasama para pihak dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran.

Memang masih ada juga sebenarnya pertanyaan bagaimana posisi OP yang juga disebut dalam UU Dikti sebagai pihak yang terkait dalam kerjasama oleh Prodi. Barangkali pada waktu dan forum yang sesuai, hal tersebut akan dapat juga dijelaskan oleh AIPKI.

Selanjutnya AIPKI mengusulkan agar diselenggarakan workshop antara masing-masing Asosiasi Prodi Sejenis dengan Kolegium terkait untuk membahas teknis kerjasama secara kondusif dan harmonis.

Prinsip yang dipegang AIPKI adalah Berbagi sesuai tupoksi, Saling memahami posisi dan Bersinergi untuk negeri tanpa harus ada merasa mendominasi, selain berbasis tupoksi. Semata demi masa depan generasi penerus bidang kedokteran yang akan menjadi generasi pengganti untuk meneruskan bakti kepada negeri.

Semoga Lokakarya hari Senin kemarin ini membawa ke situasi hubungan dan kerjasama yang harmonis dan kondusif.

Aamiin…

@ TDA selaku Humas AIPKI 17/09/2025.


Sekilas suasana pertemuan yang harmonis 🙏

Kembali ke atas